Sebuah
persembahan kepada percakapan malam
Yang
sering kita lakukan
Meskipun
dengan bahasa yang paling sunyi
Preambule
Pengorbanan
untuk tidak menjadi diri sendiri meskipun tanpa harus terjebak pada kesia-siaan.
Mencoba
berjuang dengan nama “cinta” yang diagung-agungkan oleh fitrah manusia yang
paling jujur.
Sebuah
pencarian ulang setelah lama ditinggalkan bahkan pernah diingkari. Melawan,
melawan dan melawan lepas dari diri
sendiri dan menguasai orang lain. Bebas dari ketidakjujuran kenyataan diri
sendiri, sejarah dan cita-cita agung masyarakat yang merdeka. Tanpa keyakinan
hanyalah kesia-siaan yang mengorbankan banyak darah kemudian dilupakan begitu
saja. Sebuah kesadaran bahwa segalanya tidak ada begitu saja melainkan ada
proses. Awal mula keayakinan proses!!
Casting
:
SUARA
DEMPUL
RAYAP
KASTI
TUMINI
WARSIH
SEMAR
LESUNG
Orang-orang(ilustrasi)
BAB I
PANGGUNG
DALAM KEADAAN KOSONG DARI PROPERTY SELAIN CAHAYA LIGHTING YANG MEMBATASI
PANGGUNG DENGAN PENONTON DAN BACKGROUND (KALAU MEMAKAI) DENGAN GAMBAR LABIRIN
YANG TIDAK ADA HABIS-HABISNYA. TIBA-TIBA LAMPU SEMAKIN MEREDUP DAN HABIS.
SESEORANG BERTERIAK UNTUK MEMBERITAHU BAHWA “HU” DISAMBUT DENGAN “HUWA, HUWA,
HUWA”. LALU LAMPU PUN MULAI MENYALA TERLIHAT ORANG-ORANG BERPAKAIAN SEADANYA
SEDANG MENATA PANGGUNG YANG KELIHATANNYA SEKENANYA TETAPI MENUNJUKKAN
KEINDAHAN. TAMPAK SESEORANG SEDANG MEMIMPIN TETAPI HANYA DENGAN GERAKAN “HU”.
KEMUDIAN MUSIK MULAI MENGALUN DARI PELAN, KERAS SAMPAI KACAU SEKACAU-KACAUNYA;
SUARA PIRING PECAH, ISTRI MARAH-MARAH, ANAK MENANGIS, BAPAK-BAPAK TERTAWA
BAHKAN ADA YANG MINTA KOPI.. ORANG-ORANG DI DALAM PANGGUNG MASIH MENATA BENTUK
PANGGUNG SAMBIL SESEKALI MERESPON SUARA MUSIK DDENGAN GERAKAN.
DEMPUL : (MUNCUL DARI LUAR
PANGGUNG DENGAN MEMBAWA
GUNUNGAN
BESAR DI TANGAN. IA BERLARI KESANA KEMARI)
Berhenti !
Berhenti! Aku tahu. Hentikan musiknya! (MUSIK TIDAK MAU
BERHENTI
MELAINKAN SUARANYA SAJA YANG AGAK PELAN).
Sungguh
ini pekerjaan yang melelahkan membawa beban berat kesana kemari.
Mengapa
kalian melihatku?! Aku hanya mengingatkan kalian agar kalian tidak
terbawa
arus zaman, kalau begini terus apa jadinya dunia ini?
SEMAR : (MUNCUL DARI
ORANG-ORANG YANG SEDANG BEKERJA
DENGAN GAYANYA YANG KHAS) ealah bocah kemarin
sore, bau ketiak
mbakmu
saja belum kering sudah neko-neko. Kalau kamu belum tahu garis
sejarah,
jangan sok keminter. Bisa-bisa kamu dilumat habis oleh orang-orang ini.
DEMPUL : hhmm.. Jadi kalian punya
pemimpin sehingga berani menantangku? Tunggu
saja
nanti aku akan membuktikan bahwa akulah yang berhak menjadi penguasa.
(dengan
berbisik) ini pasti kesalahan takdir. Rencanaku bisa berantakan kalau
waktunya
tidak tepat. (biasa) untuk saat ini belum waktunya kita berperang.
Niatku
sekarang hanya menancapkan payung ini saja.
SEMAR : ealah mbok ya ada omongnya.
Menancapkan payung kumal saja pakai
pengumuman.
Apa kamu kira kamu saja yang berhah untuk ngomong. Apa kamu
tidak
memikirkan gara-gara SUARAmu orang nggak jadi ngopi, pacaran malam
minggu
batal. Apa kamu tidak memperhatikan pak tani tidak jadi mencangkul
sawahnya
mendengar bledegmu.
DEMPUL : bukan menancapkan payung
ini yang penting tapi sumpahnya, upacara atau
ritualnya.
Ala mini akan berhenti mendengar sabdaku.
SEMAR : ealah menancapkan payung
memakai upacara seperti orang
menanam padi di
sawah. Kalau begitu yang kamu inginkan, bersumpahlah
sampai suwek
lambemu.
DEMPUL : begitu saja kok repot.
Kalau sejak tadi kamu diam payung ini sudah mengayomi
kita. Dasar
cerewet (menancapkan gunungan kemudian menyembah sebentar lalu
mengelilinginya
tetapi tu tentu tidak menarik maka ia bertariak ‘hu’ dan orang-
orang yang
bekerja menjawab “ huwa” lalu menghentikan pekerjaannya dan
mengikuti
DEMPUL mengelilingi gunungan. SEMAR melihat dari jauh) cukup!
Sekarang
saatnya wahyu datang. Dengarlah aku akan bersumpah
SUARA : aku bersumpah…
DEMPUL : aku bersumpah…
SUARA ; tidak akah menikahi
istri orang lain selama hidupku
DEMPUL : apakah aku tidak bisa
meralat sumpahku sendiri?
SUARA :
selama hidupku tidak akan menikah
DEMPUL : (kebingungan) apa bedanya
dengan yang tadi?
SUARA : oh, maaf, tidak akan
makan selama hidupku.
DEMPUL : bukan yang itu, mengapa
kamu tidak sakit lagi.
SUARA : tidak akan menguasai
orang lain.
DEMPUL : tidak bisa! Aku akan
menjadi penguasa di negeri ini. Tidak mungkin aku
mengucapkannya.
SEMAR : ealah bocah.Mbok ya
kalau bersumpah, bersumpah sendiri.
Tidak usah meminta
bantuan
orang lain. Bersumpah itu dari hati nurani bukan dari mulut orang lain.
DEMPUL : sejak dulu orang seperti
kamu yang merusak rencana-rencanaku. Takdirku
menjadi
lambat. Dan penuh hambatan. Katakan. Katakan. Bukankah kamu yang
menyembunyikan
baju ketika aku mandi? Dan kamu pula yang memberi gaplek
di piringku?
SEMAR : jangankan untuk
menggodamu seperti itu. Mengurus makan saja masih kurang.
DEMPUL : aku tahu. Semuanya
berantakan. Kalian berada dimana-mana dan
menggelisahkan
semua orang. Mereka bisa saja kamu bodohi. Tetapi aku akan
mengenal bau
orang sepertimu.
SEMAR : rantainya masih di dada
burung garuda lambing negara kita.
DEMPUL : inilah kebiasaan orang
kecil, hanya pura-pura bijaksana tetapi tidak bisa berbuat
apa-apa. Wahai orang-orang kecil, lihatlah aku…
SEMAR : yang bau ketiak dan
suka minum keringat rang lain.
DEMPUL : orang kecil pikiran kumal
biasanya makan minum dan tidur ongkang-ongkang
di atas
dipan yang berkutu. Mereka tidak pernah berpikir apa artinya undang-
undang.
SEMAR : tapi saya tidak pernah
makan keringat orang lain.
SUARA : apakah kamu tidak
meneruskan sumpahmu? kalau
tidak saya akan kencing
sebentar
DEMPUL : tunggu sebentar lagi,saya
akan berkonsentrasi (duduk bersila) padamkan semua
lampu (semua
lampu padam , terdengar palu diktokan dan SUARA menjerit) aku diberi cahaya biar kelihatan gagah.(lampu bersinar
disekitar DEMPUL)
Aku
bersumpah,tidak akan menikah seumur hidupku.
SUARA : kamu menjiplak kata-kataku.karena kecerobohanmu itu,akau
akan
mengutukmu.kukutuk
kamu tidak akan
kuat menghadapi sumpahmu sendiri .dan sebagai tandanya , lampu akan menyala lagi seperti sedia
kala (lampu
menyala lagi seperti sedia kala sebelum disuruh padam oleh DEMPUL)
SEMAR : oh, kamu putus cinta?
Anak remaja yang bersikap seperti begitu.tapi itu agak
cerdas, biar kamu dibilang Romantis,
hanya
menicintai kekasihmu yang dulu saja?
Biar pacarmu iba
dan kamu dianggap lelaki yang setia
didunia ? Biar kamu disebut lelaki yang sulit dicari bandingannya ? Biar
anu…biar itu….ealah padahal gombal !
Kamu hanya memasang perangkap bagi wanita yang berhati welas
DEMPUL : husy! Jangan sampai
didengar wanita .bisa-bisa nanti saya benar-benar tidak
laku.
SEMAR : jadi sumpahmu tadi
palsu?!
DEMPUL : kayak kamu tidak tahu
saja , lelaki harus terlihat gagah di
hadapan wanita agar
tidak di….re…meh..kan.(keluar dibalik gunungan )
SEMAR : kamu keluar kesitu…
DEMPUL : jangan ramai-ramai, aku
sedang menunggu perangkap .siapa tahu apa yang
kamu katakan
tadi betul ,kamu mau ikut?...mau ikut?
BAB II
MUSIK
MENGALUNKAN LAGU ILIR-ILIR
RAYAP : (MUNCUL DENGAN GAYA
PETENTENG –PETENTANG SEORANG
TUAN TANAH DAN BERDEHEM)
SUARA
: maaf password anda
salah ,ulangi sekali lagi
RAYAP : dikiranya saya butuh
dia,sorry saja orang seperti saya ini sudah tahu dan paham
rahasia
kehidupan.cukup dengan selembar kertas saya bisa merubah tenaga saya
yang
kecil dan kerempeng ini menjadi tenaga beribu-ribu orang .cukup dengan
tulisan
sret..sret…sret…saya dapat memenuhi apa yang saya inginkan. Cukup
dengan satu kata saya dapat membunuh siapa
saja.
SEMAR : (BERBISIK) ini
namanya musuh. Mau tidak mau saya harus menghindar ,
bersembunyi
seperti anak-anak (MENGIKUTI KEMANA
DEMPUL TADI
BERSEMBUNYI
)
SUARA : ulangi sekali lagi
password anda
RAYAP : macam-macam saja ,kamu
belum merasakan mukjizat tuan RAYAP
(BERTEPUK SEKALI, ORANG-ORANG KELUAR DAN MEMANGGUL
LESUNG
KEHADAPAN TUAN RAYAP)
Rupanya
masih berlaku juga tapa brata saya . Meskipun saya harus
mengorbankan
hawa nafsu saya , tidak akan menikah seumur hidup .itu tidak
apa-apa
.persoalan paling kecil . Yang penting saya masih bisa menyalurkan air
seni
pada tempatnya
.daripada saya bernasib sama seperti suami-suami yang
mengalah
terus dari tindakan istrinya .atau menjadi orang tua yang diributkan
anak-anak
yang biasanya hanya berkelahi
,nyabu-nyabu, minum-minuman keras
dan
lain-lain.Semua
hanya akan menghancurkan nama baik , nama baik yang telah
kita
bangun sendiri milai dari buaian ibu
sampai liang lahat (BERTEPUK DUA
KALI.SOSOK
–SOSOK KELUAR LAGI , KALI INI MEMBAWA PADI
YANG
DITARUH DIATAS LESUNG)
Kekuasaan
saya atas ini semua yang membuat manusia-manusia lapar
merengek-rengek.dan
dengan ini pula saya mendapatkan
budak-budak gratis
.keinginan
paling primitif , keinginan perut yang tidak nyeni (BERTEPUK
TIGA
KALI)
SUARA : maaf, kode yang anda
gunakan sedang sibuk. Gunakan beberapa saat lagi.
RAYAP : begini resiko orang
kaya , sibuk dan banyak teman . Ini membuktkan teman-
teman
saya orang penting .mereka tidak bisa dihubungi setiap saat .jadi kita harus
bersabar,
sekali lagi harus bersabar . Bukan hanya kepentingan saya saja yang
mereka
urusi .Mereka
juga mempunyai kepentingan lain yang mungkin, ini
mungkin loh lebih penting dari kepentingan saya . resiko namanya .tapi.
Hmm,
kalau
semua orang lain dianggap demikian lalu kepentingan
siapa yang
diurusi ?
Ya
.paling juga kepentingannya sendiri . (IA BERSIUL PANJANG).
SUARA
; maaf , kode ini
belum masuk ke box kami
RAYAP
: masih saja belum peka .bagaiman
orang akan jujur dengan keinginan yang satu
ini
? Keinginan untuk
menguasi orang lain , keinginan duduk d kursi empuk ,
alasannya
jelas untuk kepentingan rakyat , kepentingan kalian sendiri.agar perut
kalian
kenyang , kalian mesti bekerja ,ini namanya sebab akibat yang tidak bisa
dihindari. Agar kalian aman harus menyewa
pengawal , ini namanya sedia
payung
sebelum hujan. Para pekerja sudah saya didik semua tentang hal ini.
Kalau
mereka tidak ingin dipecat, hidup terkatung-katung, ya harus mengikuti
keinginan
saya. Saya katakan sejujurnya bahwa bayaran mereka besar, sekian,
sekian…sekian
tetapi masyarakat baik taat membayar pajak. ( BERTEPUK
TIGA
KALI. TIGA PEREMPUAN MUNCUL SAMBIL MEMBAWA
PENUMBUK
PADI. MEREKA LANGSUNG MENUMBUK PADI DI
LESUNG).
KASTI :
kalau dihitung-hitung kita ini sudah bertahun-tahun
bekerja pada tuan RAYAP.
Seingan
saya saja sebelum saya menikah dan
sekarang sudah lima anak. Sejak
tuan
RAYAP masih gagah dan tidak ringkih seperti
sekarang ini. (tuan RAYAP
berdehem)
WARSIH : lalu sampeyan mau apa? Kalau
ingin keluar langsung saja keluar tidak usah
mengeluh
sepanjang hari. Bekerja sambil mengeluh sama saja dengan
membohongi
diri sendiri.
KASTI :
saya tidak paham dengan maksudmu?
TUMINI : mungkin yu KASTI sudah bosan bekerja di sini. Ya kalau
memang bosan ya
lebih baik
pindah saja ke tempat lain.
KASTI :
ke mana? Orang setua saya ini mana mungkin ada yang memerlukan tenaga
saya lagi.
Lagi pula saya tidak akan pindah, terlanjur di sini mau diapakan lagi.
Mungkin ini
sudah nasib saya.
WARSIH : kalau dirasa-rasa memang
melelahkan bekerja begini setiap hari. Melihat padi,
mengangkat
alu, lalu menumbuk-numbuk. Bukan milik
sendiri lagi. Dulu saya
merasa lelah
setelah menumbuk tetapi sekarang sudah terbiasa.
KASTI :
pekerjaan seperti ini memang seharusnya dikerjakan oleh laki-laki. Makan
mereka
banyak jadi tenaganya besar. Dari pada mereka hanya ngobrol ngalor
ngidul di
warung.
TUMINI : memang ini adatnya
laki-laki. Kalau perempuan seperti kita ini yang kumpul-
kumpul akan
dibilang tidak sopan. Tidak tahu tata krama.
KASTI :
ini peringatan buat kamu, sih. Laki-laki itu sifatnya seperti itu. Nanti kalau
kamu punya
suami baru merasakan. Kita mengaduh sedikit saja dibilang tidak
sabar,
memakai perasaan saja tidak memakai akal. Kalau kamu berani sedikit
saja kamu
akan dumasukkan ke dalam neraka.
TUMINI : minta cerai sudah
terlanjur punya anak. Terus bertahan akhirnya juga makan ati.
RAYAP : untunglah saya ini
tidak punya istri.
KASTI :
alah gombal. Dulu kan sampeyan naksir saya. Cuma kalah sama bersaing sama
bapaknya
gito lalu sampeyan mutung, tidak mau menikah.
TUMINI : sekarang kamu menyesal,
yu’?
KASTI :
cerewet-cerewet begini saya ini istri yang setia.
RAYAP : kalau bekerja, ya
bekerja. Tidak perlu bicara yang tidak penting. Kapan
selesainya
pekerjaan kalian kalau ditinggal ngomong terus?
KASTI :
sampeyan sendiri tidak bekerja hanya merintah ini, itu. Mentang-mentang orang
kaya.
RAYAP : memang takdirnya
demikian. Harus ada yang kaya dan miskin, yang kaya
memberi
makan orang miskin dan yang miskin membantu yang kaya. Kalau tidak ada orang seperti saya kalian makan apa?
TUMINI : kalau tidak ada kami
sampeyan makan apa?
RAYAP : kalau tidak mau bekerja
di sini ya lebih baik pergi saja sekarang tidak perlu
protes.
Banyak orang yang mau bekerja di sini selain kalian.
WARSIH : mana ada toh pak,
perempuan protes. Kami ini hanya bisa menerima, manut
pada
kehendak yang maha kuasa. Kam disuruh beranak, yu KASTI sudah
beranak
lima. Kami disuruh menyusui yu TUMINI sudah pernah menyusui. Tapi
kami tidak
tahu apa benar disuruh menumbuk padi? Jangan-jangan ini pekerjaan
laki-laki
lalu kami rampas?
RAYAP : rupanya
perempuan-perempuan sekarang pinter tapi keblinger. Kalian gampang melupakan asal-usul kalian dari tulang rusuk
laki-laki.
KASTI :
mbok ya sampeyan paham, yang melahirkan sampeyan itu perempuan. Apa
tulang rusuk
bisa mengeluarkan barang segede sampeyan? Justru tubuh
sampeyan itu
keluar dari…
TUMINI : husy ! Yu KASTI, jangan
keras-keras. Sampeyan ingat siapa yang sampeyan
marahi?
KASTI :
saya masih ingat, saya tidak marah. Saya hanya menunjukkan kenyataan saja. Sampeyan tidak marah kan, pak?
RAYAP : tidak. Tidak. Saya
tidak pernah marah kepada perempuan.
KASTI : benar, kan? Dia itu masih senang
sama saya meskipun saya sudah beranak lima.
Kalian lihat
sendiri ia tidak bisa marah kepada saya.
RAYAP : tapi saya ini majikan
kamu. Saya yang mengatur kalian makan atau tidak. Saya tidak
butuh kalian tetapi kalianlah yang membutuhkan saya.
TUMINI : sudahlah, pak. Tidak
perlu diladeni. Kalau sampeyan mau memecat kami ya
pecat saja.
Tidak perlu mengungkit-ungkit upah kami yang sedikit itu. Bapak
tidak pernah
merasakan bagaimana susahnya menjadi perempuan. Pagi-pagi kita
kepanasan di
dapur, mencuci piring, menyiapkan sarapan, mengurusi anak
sampai
mengurusi suami.
WARSIH : kok sampeyan juga ikut
cerewet toh, yu?
TUMINI : sekali-kali mengeluh
kan tidak apa-apa. Nanti kalau kamu sudah punya suami baru merasakan.
RAYAP : (BERDEHEM SAMBIL
MENDEKATI WARSIH) WARSIH, WARSIH.
Kamu dulu masih kecil
dan nangisan.
Kalau kamu menangis baru diam kalau saya yang menggendongmu di pundak ini.
Sekarang kamu sudah besar dan tentu saya tidak kuat lagi kalau disuruh
menggendongmu sekarang. Kamu masih ingat
ketika kamu saya boncengkan di sepeda ontel, ketika itu kamu senang sekali.
Dulu belum ada orang yang punya sepeda ontel
seperti itu. Orang-orang kemana-mana masih jalan kaki. (WARSIH TERSIPU) bapakmu
di rumah?
WARSIH : pergi ke sawah dengan
emak.
RAYAP : adikmu?
WARSIH : ke sawah juga, membantu
bapak dan emak.
RAYAP : bapakmu sejak dulu
memang pekerja keras. Selama ini saya belum pernah
merasa dikecewakan olehnya.
Panen saya pasti melimpah kalau bapakmu yang
menggarap.
Sayangnya bapakmu tidak pandai menyimpan uang sehingga
menjadi kaya
seperti saya ini.
KASTI :
apanya yang disimpan? Bayaran hanya sedikit, belum tentu cukup untuk
memenuh
kebutuhan hidup.
RAYAP : rumahmu sekarang sedang
sepi.
WARSIH : ya
RAYAP : (BERSIUL.
ORANG-ORANG MENGAMBIL KURSI KEMUDIAN
DIDUDUKI
RAYAP)
kalau sedang duduk sendirian seperti ini, rasanya saya
tidak punya
apa-apa yang dibanggakan. Istri tidak punya, anak, ya tidak ada.
Kadang
terlintas harta begini banyak
untuk siapa? Kalau saya meninggal
nanti
siapa yang
akan mengurusnya?
TUMINI : orang beristri dan
beranak itu lumrah, pak. Namanya saja kehidupan. Jangan-
jangan bapak
mengidap kelainan.
RAYAP : (MENARIK NAPAS
DALAM) ini semua gara-gara perjanjian dengan setan!
TUMINI : bapak memelihara
pesugihan. Wah, kalau tahu begini lebih baik saya tidak
berkerja di
sini. Biarlah, pak, bayaran saya tidak usah diberikan asal saya tidak
dijadikan
tumbal pesugihan bapak saja.
KASTI :
jadi ini semua bukan keringat sampeyan sendiri. Lebih baik kita pergi saja dari
sini sebelum
kita benar-benar dijadikan tumbal.
(KASTI
DAN TUMINI MENINGGALKAN PANGGUNG DENGAN KETAKUTAN. MEREKA MEMANDANG WARSIH
SEBENTAR TETAPI YANG DIPANDANG TIDAK MERESPON MAKA KEDUANYA MENINGGALKAN WARSIH
SEORANG DIRI.)
RAYAP : kamu tidak ikut mereka
meninggalkan saya?
WARSIH :tidak, pak. Kalau saya
meninggalkan bapak, belum tentu saya mendapatkan
kerja di
tempat lain. Kalau sudah
waktunya mati, saya juga akan mati. Lebih baik
saya pasrah,
mungkin ini garis hidup yang harus saya jalani.
RAYAP : kamu juga punya hak
seperti mereka.
WARSIH : kalau bapak menginginkan
saya menjadi tumbal pesugihan bapak, tidak apa-
apa. Saya
tidak takut mati. Bukankah selama ini bapak sudah membunuh saya,
mambunuh
perasaan saya? Bapak menyuruh kami bekerja keras dengan iming-
iming makan
yang kenyang padahal itu semua untuk bapak sendiri? Apa bedanya
saya sama
kuda bapak yang dipelihara mang kosim?
RAYAP : keluargamu semua memang
orang baik-baik. Kamu bisa menjalani
kehidupanmu
berbeda dengan saya. Kalau bukan karena
peristiwa itu saya tentu tidak akan dendam pada
kemiskinan seperti ini.
WARSIH : dendam? Maksud bapak…
RAYAP : tiga puluh tahun lalu
ketika saya ditinggalkan oleh istri saya. Ketika itu saya sangat miskin, tidak mempunyai penghasilan
apa-apa. Bisa dikatakan hidup saya ikut dengan istri. Dia yang bekerja
keras siang dan malam untuk menghidupi
dirinya dan
saya sementara saya hanya duduk-duduk, tidak tahu apa yang harus
saya
lakukan. Saya duduk seperti ini, ya seperti ini. Waktu itu istri saya baru
pulang dari
bekerja dan langsung marah-marah tanpa sebab, mungkin ia bosan
dengan
perilaku saya. Baru saat itu ia mengungkit apa artinya seorang suami. Ia
meminta
pertanggungjawaban saya bahkan karena sangat marah, ia meminta
cerai.
Semula saya berprasangka baik, semua itu diungkapkan demi rasa cintanya
kepada saya,
tanpa pamrih sama sekali. Ia melakukan itu agar saya tidak menjadi
sampah bagi
diri saya sendiri dan bagi siapapun.
WARSIH : kalau tidak cinta, mana
mau dijadikan istri.
RAYAP : semula memang demikian
anggapan saya tetapi ternyata keliru…
WARSIH : keliru?!...
RAYAP : mungkin ini rahasianya cemburu.
WARSIH : bapak selingkuh lalu
ketahuan?
RAYAP : bukan saya tetapi dia.
Rupanya dia selama bekerja telah jatuh hati ke laki-laki
lain. Dan
pria itu egois, ingin memiliki istri saya untuk dirinya sendiri. Egois.
WARSIH : kelihatannya bapak sangat
membencinya. Mungkin karena bapak merasa kalah
bersaing
dengannya?
RAYAP : tidak. Saya saya
menceraikan istri saya karena saya sangat mencintainya.
Karena saya
merasa bersalah keliru dengan cara saya mencintainya. Saya
menghormati
keputusannya untuk meminta cerai, mungkin itulah yang terbaik
baginya.
Saya tidak ingin cinta saya mengikatnya, itu saja niatan saya. Tetapi
cinta saya
telah dinodai orang
lain. Kebebasan yang saya berikan kepadanya tela
dimanfaatkan
orang lain.
WARSIH : bapak ternyata orang
romantis. Tetapi siapa tahu janda bapak bahagia dengan
pilihannya.
RAYAP : mudah-mudahan.
Mudah-mudahan anggapan saya keliru dan dendam saya pada
kemiskinan
karena menganggap semua perempuan matrealis adalah kesalahan
terbesar
yang tidak bisa
dimaafkan.
(DIAM
SEJENAK KEMUDIAN WARSIH MELIHAT PADI YANG BELUM HALUS DAN MENUMBUKNYA KEMBALI)
RAYAP : sudah jadi beras
padinya?
WARSIH : sebentar lagi.
RAYAP : kamu tadi mengatakan
rumahmu sepi sekarang (WARSIH mengangguk)
tinggalkan
saja dan segeralah pulang. Saya akan mandi sebentar dan kerumahmu.
Tinggalkan
saja biar nanti orang lain yang membereskan.(keluar)
BAB III
(PADA
BABAK III DIALOG ANTARA WARSIH DAN DEMPUL DILAKUKAN DENGAN TARI-TARIAN TETAPI
SEMAR TETAP MENJAGA WIBAWA)
SEMAR : (dari balik gunungan)
perangkapmu sudah mendapatkan mangsanya. Cepatlah
keluar
sebelum dia pergi .(DEMPUL
keluar dan
hendak menuju WARSIH) biar
sedikit
romantis bawalah kembang
mawar.
DEMPUL : siapa namamu cah ayu?
WARSIH : WARSIH.
DEMPUL : WARSIH, mawar kasih, cah
ayu, tanganmu lembut. Seharusnya tangan seperti
ini untuk
memelihara kembang bukan untuk menumbuk padi. (DEMPUL
mengeluarkn
kembang mawar yang dibawanya kemudian mengambil alu
menggantikan
WARSIH menumbuk padi) biar tanganku yang kasar ini yang
bekerja.
Wanita tugasnya hanya menghaluskan pekerjaan laki-laki.
SEMAR : begini ini laki-laki
hidung belang kalau sudah ketemu mangsanya. Omongannya
menjadi
priyayi agung dan muncul gombal suweknya.
WARSIH : sampeyan siapa?
DEMPUL : lelanangin jagad, arjuna
rama sutra alias DEMPUL. Berapa tahun, cah ayu
sepertimu
ini bekerja menumbuk padi?
WARSIH : sejak nenek saya bahkan
sejak neneknya nenek saya.
DEMPUL : melahirkan, menyusui, dan
merawat manusia adalah pekerjaan perempuan
sepanjang
masa. Mereka tidak pernah mengeluh sama sekali.
WARSIH : tapi masih ada yang tega
menyiksanya, memperkosanya bahkan membunuhnya
dengan
alasan cinta.
DEMPUL : cinta yang bodoh.
Bagaimana bisa mencintai sambil menguasai, menjadikan
orang lain
sesuai keinginannya. Aku percaya seorang ibu lebih paham dengan
isyarat
alam, tahu apa yang harus dilakukan agar dunia ini tetap selamat.
WARSIH : sampeyan paham tentang
perempuan tetapi tidak berbuat apa-apa untuknya.
DEMPUL : aku bersumpah untuk tidak
menikah. Bukankah itu satu-satunya cara untuk
membebaskan
wanita.
WARSIH :kalau sampeyan menikah dan
mencintai, memberi
kasih sayang,menganggapnya
berarti bagi
sampeyan mungkin istri
sampeyan tidak perlu keluyuran mencari
cinta
laki-laki lain. Perempuan juga manusia biasa. Kalau ia merasa tidak aman ia
bisa
memberontak menuruti keinginan manisiawinya.
DEMPUL : kalau begitu maukah kamu
menjadi istriku cah ayu?
SEMAR : gombal amoh, rusak.
Menjadi obat nyamuk orang bercinta sejak dulu memang
tidak enak.
Disia-siakan, dianggap saja tidak ada padahal kita mbeguguk ugek-
ugek di
depan cingurnya. Disuruh melihat saja orang terbang, menari-nari seperti
tidak ada
pekerjaan lain saja? Pura-pura bijaksana paling-paling, ujung-ujungnya
juga dimakan
sendiri. Orang-orang…
SUARA : peringatan pemerintah,
sumpah adalah pantangan. Barang siapa dengan sengaja
garis miring
atau dengan tidak sengaja melanggar sumpah akan dikenai kutukan selama-lamanya atau denda sebesar 40 milyar.
SEMAR : urusan perasaan
dimana-mana sama saja, mengkhayal. Nanti kalau sudah bosan
juga kembali
ke sawah mencangkul atau mencabut rumput.
DEMPUL : jangan kau dengarkan
ucapan orang-orang yang iri. Cepatlah jawab pertanyaanku tadi, aku
sudah tidak kuat menunggu jawabannya.
WARSIH : apa benar tangan saya
tidak boleh bekerja keras?
DEMPUL : istriku tidak boleh
menyentuhkan tangannya yang lembut dengan pekerjaan
kasar.
WARSIH : apa benar saya akan
tinggal di rumah saja tidak boleh keluar meskipun arisan?
DEMPUL : kalau demikian
keinginanmu, tidak ada yang bisa mencegahnya. Jangankan
arisan
bahkan apapun yang kau inginkan, hakmu untuk melakukan.
WARSIH : sampeyan romantis.
DEMPUL : ya, aku arjuna rangga
sutra.
WARSIH : rangga, katanya tadi
rama?
DEMPUL : di hadapan cah ayu
sepertimu, aku mempunyai seribu nama yang gagah. Dan di
hadapanmu
pula aku harus lebih gagah dari yang sebenarnya.
SEMAR : dusta pertama sudah
kelihatan. Pasti datang serangan kebohongan berikutnya.
WARSIH : tapi saya mau menjadi…(WARSIH
MENGULURKAN SELENDANG
KEPADA
DEMPUL. SEMUA ORANG IKUT MENARI-NARI
MENYAMBUT
PESTA PERSATUAN DUA INSAN.)
MUSIC
MENGALUNKAN LAGU JIKA CINTA ITU ANGIN KARYA AHMADUN Y. HERFANDA. KEMUDIAN
WARSIH DAN DEMPUL BERANJAK KELUAR DIKAWAL ORANG-ORANG.
BAB
IV
TAK
LAMA KEMUDIAN ORANG-ORANG MUNCUL KEMBALI SEPERT TERPANGGIL OLEH SUARA
MENGETOK-NGETOK DARI LESUNG. MEREKA LALU MENGELILINGI LESUNG. MUSIC KEMUDIAN
MENGALUN DENGAN SUARA ERANGAN MENGANTARKAN KELAHIRAN. SEMAR MENUNGGU PALING
DEPAN.
SUARA : kelon-ing is the best.
Demikianlah garis-garis besar haluan alam semesta, tak
ada yang
menentang selain keterasingan dan kegelapan.
SEMAR : oalah jagad dewa
batara, anak kucing beranak kucing, anak sapi beranak sapi,
anak kerbau
beranak kerbau. Dan sekarang pertanda apakah alam semesta.
Sebuah
LESUNG beranak manusia. Kalau kamu makhluk jadi-jadian kembalilah
kepada
bapakmu. Kalau kau anak manusia berbicaralah sebagaimana manusia.
LESUNG : oaah. Mengantuk sekali
saja. Lapar. Haus. Dan mengapa kalian berkumpul?
SEMAR : anak manusia bicara
dengan bahasa manusia. Siapakah bapakmu dan ibu model
apa yang
melahirkanmu sehingga tega membuangmu di sini.
LESUNG : ( pada orang-orang yang mengerumuninya,
yang masih menari menyambut
kedatangan
bayi) apakah kalian mempunyai bapak dan ibu? Pasti kamu bapak
saya, karena
kamu yang tahu siapa saya.
SEMAR : kalau disebut rezeki ya
rezeki tapi mengapa berupa orok jabang bayi.
Sedangkan
merasakan perempuan saja belum, sudah dituduh berzina. Dasar
nasib,
kesialan selalu berpihak pada orang lemah dan kecil.
LESUNG : tidak boleh ya saya
mempunyai bapak saja, harus punya ibu juga ya?
SEMAR : kamu masih kecil, tidak
boleh tahu urusan orang dewasa. Akibatnya buruk bagi
anak kecil
seperti kamu-kamu ini.
LESUNG : buruk sekali perilaku
orang-orang di sini. Mesti ada yang disembunyikan. Atas
nama apapun
ini namanya pembodohan. Saya tidak terima. Saya akan mencari
tahu
sendiri.
SEMAR : anak buangan tidak
sadar keadaannya. Kelahiranmu seperti ini apakah bukan
sembunyi-sembunyi.
Siapa tahu ibumu kucing-kucingan dengan petugas lalu
membuangmu
di sini? Orang tua seperti saya tidak tahu apa-apa selain
mengiyakan
saja peristiwa-peristiwa alam, manut pada kehendak yang kuasa.
Mudah-mudahan
kamu seperti angrok raja singosari yang dilahirkan dari batu.
LESUNG : tidak mau. Saya menjadi
saya, menjadi…(menunjuk LESUNG)
SEMAR : LESUNG.
LESUNG : LESUNG pengabdi nusa dan
bangsa
SEMAR : (tertawa satir)
ha…ha…ha… tepuk pramuka buat anak budiman?! Dulu sekolah
dimana nak
LESUNG?
LESUNG : taman kawak-kawak alias
perguruan tinggi negeri merangkap perguruan tinggi
swasta.
SEMAR : bagus! Itu tandaya kamu bisa menjaga nama baik asal
sekolahmu. Tidak
memalukan
sebagai warga timur. Kalau kamu berbuat yang merusak adat timur sama saja memburukkan teman-temanmu yang
lain.
LESUNG : saya menyesal liar di alam ini. Baru lahir sudah
dicekoki banyak kata-kata.
SEMAR : oalah, maafkan orang
tua ini. Berapa banyak penderitaannya sehingga tidak
percaya
dengan orang dewasa. Lebih baik percaya dengan anak-anak, masa
depan dunia.
LESUNG : saya tidak paham.
SEMAR : kalau nanti kau dewasa
akan paham. Apa artinya tanah. Apa artinya keringat.
Apa artinya
cangkul dan apa artinya diperdaya.
LESUNG : saya tetap saja tidak
paham. Membingungkan. Saya lapar. Saya haus.
SEMAR : begitulah artinya.
Sebelum kamu makan kamu akan mengenal cangkul, kerja
keras dan
tetek bengek yang membuatmu pasrah dengan keadaanmu atau
memeras
keringat orang lain.
LESUNG : mendengarkan. Lalu kapan
saya makan.
SEMAR : baiklah, nak. Saya
tidak akan mengguruimu. Kalau waktunya tiba kamu akan
merasakan
sendiri kebenaran yang saya ucapkan. Ketika itu kamu tak dapat lagi
berlari dan
yang harus kamu lakukan adalah lawan!
LESUNG : lalu apa yang saya
lakukan? Saat ini ucapanmu tidak berarti.
SUARA : asal tanah kembali
tanah. Asal api kembali api. Asal angin kembali angin. Asal
tiada
kembali tiada. Asal abadi kembali abadi.
LESUNG : saya hanya memahami
isyarat pelajaran pertama. Tetapi apakah isyarat
pertama?
SEMAR : seorang anak berbakti
kepada orang tuanya.
LESUNG : pak, kamu tadi menyebut
arok! Apakah ia berbakti kepada batu.
SEMAR : anak nakal berani
bertanya. Dengarlah saya ceritakan padamu. Ia anak batu
yang
dibesarkan penjahat.
LESUNG : siapakah penjahat itu
bapak?
SEMAR : orang yang mau menang
sendiri. Orang yang tidak makan dari hasil keringatnya
sendiri.
Arok malang melintang merampok orang-orang kaya, para pejabat yang
korup.
LESUNG : apakah korup itu pak?
SEMAR : sama saja dengan
penjahat. Tetapi arok bukan penjahat, kalau arok seorang
penjahat ia
berbuat itu untuk menolong orang-orang
miskin. Ia tidak mau
memakan
hasil rampokannya sendiri. Semuanya diberikan kepada orang yang
membutuhkan.
Bertahun-tahun ia menjadi perampok, dikejar-kejar dan dijadikan
buronan.
Sampai akhirnya ia mengabdi
kepada negara, menjadi pahlawan yang
menyelamatkan
orang-orang tertindas. Tapi arok bukan orang yang mau
dipimpin, ia
seorang pemimpin. Akhirnya raja dibunuhnya dan dikawini istrinya.
Begitulah ia
menjadi raja.
LESUNG : kalau begitu saya mau
menjadi arok.
SEMAR : oalah bocah, katanya
mau menjadi diri sendiri, sekarang mau menjadi arok.
LESUNG : tidak apa-apa. Saya akan
menjadi arok.
SEMAR : terserah alam akan
menjadikanmu apa. Kalau alam membutuhkannya biarlah
arok lahir
kembali.
SUARA : asal tanah kembali tanah.
Asal api kembali api. Asal angin kembali angin. Asal
tiada
kembali tiada. Asal abadi kembali abadi.
ORANG-ORANG
KE BACKGROUND MENGGAMBARKAN ORANG BERCERMIN, BERGOYANG DI ATAS KAPAL YANG OMBAKNYA BESAR, TERHUYUNG-HUYUNG
MENCARI KESEIMBANGAN.
LESUNG :
isyarat…bercermin…laut…gelombang…jalan. Bertikungan…isyarat apakah ini
pak?
SEMAR : kita kembali…saatnya
kita kembali. Saya akan kembali mencangkul di sawah,
menanam padi.(keluar)
LESUNG : saya ikut denganmu pak.
SEMAR : (di luar panggung) saya
bukan penjahat, saya petani.
CAHAYA
LAMPU BERGANTI-GANTI UNTUK MENANDAKAN WAKTU YANG LAMA BERLALU.
BAB V
ORANG-ORANG
HENDAK MENGANGKAT LESUNG KAYU KELUAR TETAPI DICEGAH OLEH RAYAP YANG MUNCUL
DENGAN GAGAHNYA.
RAYAP : jangan! Jangan
dikeluarkan. Kalian lihat sendiri! Rumah ini masih luas, masih
cukup bagi
siapapun yang ingin memasukinya. Biarlah nanti WARSIH yang
datang
kemari.
WARSIH : (muncul) maaf, pak. Saya
terlambat.
RAYAP : (berdehem lalu merokok
dengan berat) semalam saya bermimpi bertemu dengan
janda saya.
Saya mengalami masa remaja kembali, pacaran. Cubit-cubitan.
Tetapi
sayangnya hanya sebentar. Seekor nyamuk membangunkan saya.
WARSIH : sampeyan kangen ya…?
RAYAP : sekarang kamu bertambah
genit. (tergagap) bukankah saya belum memberikan
tanda?
Tetapi mengapa semuanya sudah berada di sini? Kursi? LESUNG?
WARSIH : kalau semuanya sudah
menjadi kebiasaan kan tidak perlu lagi tanda, pak.
Sampeyan
tinggal berniat saja semuanya sudah datang.
RAYAP : selain genit kamu ternyata
bertambah cerdas. Tapi ini tentunya tidak sebentar.
Semuanya
membutuhkan waktu tiga puluh tahun. Setidaknya satu orde. Awalnya
saya yang
memanjakan kalian kemudian anak cucu kalian yang akan mengabdi
kepada saya.
Memanjakan saya. Orang jawa bilang, pandai-pandailah mengasuh
waktu.
WARSIH : ini beras kemarin, pak,
mengapa belum diganti?
RAYAP : kita belajar hemat.
Menerima yang ada saja. Sederhana dan pasrah kepada nasib
kita karena
memang demikianlah adanya.
WARSIH : (berbisik) sudah rutin
bicara begitu sejak dulu.
RAYAP : oh, ya, tentang mimpi saya tadi, kamu mengerti
apa maksudnya? (WARSIH
menggeleng).
Bertemu janda saya lagi itu mustahil. Mungkin janda saya menyuruh saya menikah
lagi. Dan saya percaya terutama setelah saya dekat
denganmu.
WARSIH : sampeyan kan masih
mengenal mbok karti penjual kopi di warung pojok desa.
RAYAP : kamu jangan menghina saya seperti itu.Apakah
orang sekaya tuan RAYAP akan
menikahi
fakir miskin seperti dia?
WARSIH : saya kan juga miskin?
RAYAP : tapi kamu punya
kecantikan. Atau kamu cemburu kalau saya ngopi di sana. Ah,
dasar saya
sudah tua tidak memahami lagi perasaan perempuan.
WARSIH : sudahlah pak! Saya bosan begini terus. Lama-lama saya akan
minggat juga seperti yu KASTI dan yu TUMINI.
RAYAP : oh, kamu ingin saya
menikahimu? Kalau itu memang sudah maumu nanti saya
akan melamar
ke bapakmu.
DEMPUL : (muncul dengan kain
sarung yang diselempangkan) WARSIH, mengapa kamu
tinggalkan
aku sendirian? Apakah kamu tidak cukup dengan cintaku? Kamu bisa duduk mengatur rumah daripada harus menumbuk
padi di sini.
RAYAP : suatu saat perempuan
lebih paham kenyataan daripada laki-laki. Ia tahu apa
yang harus
dilakukan untuk memenuhi kebutuhannya.
DEMPUL : kamu sudah tua. Tidak
perlu ikut campur urusan orang jatuh cinta. Cium
tubuhmu bau
tanah.
WARSIH : jangan kasar-kasar, dia
majikan saya.
DEMPUL : kamu jangan terkecoh
dengan kebaikannya. Orang seperti dia
yang suka
menyiksa
pembantu, memperkosa balita.
RAYAP : karena saya sudah paham
garisnya hidup. Saya lebih jujur dibandingkan kamu
yang
berpura-pura memberikan
janji surga. Surga
yang hanya ada di pikiranmu.
Orang yang
menyombongkan masa depan karena tidak bisa apa-apa saat ini.
DEMPUL : itu lebih baik daripada
menindasnya atas nama takdir yang menakutkan.
Hiburan
murah agar ia dapat menerima perlakuanmu.
RAYAP : (menghisap rokok lagi)
kita kamu laki-laki punya tujuan sama. Menghibur
kesedihannya
agar ia bertahan dengan penderitaannya.