Dengan latar
peristiwa di tengah kota atau yang sering di sebut alun-alun, beberapa dimensi
kehidupan dari klan masyarakat kota. Bersatu. Bersama dalam mengais riski atau
hanya sekedar menghabiskan waktu, ada juga yang memanfaatkan sebagai ajang
pertemuan muda-mudi, karena malam ini malam minggu.
Subiah
(diperankan oleh Ulfa) mulai mengipas-mengipas jagung bakarnya untuk para
pelanggan setianya, ditemani sriwit (diperankan oleh Anik) yang juga menunggu
para pelanggannya (laki-laki hidung bidang). Dialog yang terucap dari kedua
aktor itu terasa mengharukan. Disaat ada yang ingin memperbaiki harkat dan
martabat perempuan supaya tidak direndahkan, ekonomi ternyata memaksakan untuk
meninggalkan jauh kata-kata harkat dan martabat, yang penting tambil cantik,
banyak pelanggan, tegas sriwit.
Kenang, yang
diperankan oleh Royhan, sebagai mahasiswa yang kritis, meskipun tingkahnya agak
aneh, sedikit menggambarkan berbagai perisrtiwa di tempat itu. Saat jam menunjukan
pukul 20.14, mulailah dia bergegas membacakan kritik sosialnya di tengan
alun-alun. Orang-orang pu tercengang, melihat tingkah aneh kenang. Gelar….gelar….gelar…..Tidak
dengan getar. Tidak dengan gentar. Trotoar ini milikmu. Alun-alun ini milikmu.
Sepintas kata yang terucap. Yang sangat jelas menerangkan bahwa dengan himpitan
ekonomi yang semakin mencekik, tikarpun harus digelar. Tinggal pilih mau jadi
subiah si penjual jangung bakar atau sriwit budak nafsu lelaki biadab, atau
membuka tikar-tikar yang lain....
Si anak
(diperankan oleh Rifky), dengan karakter rakyat miskin kota, pencari harta dari
sisa-sisa botol air minum dan isi tong
sampah, sangat tabah dalam menjalani kehidupannya. Bersama emak (diperankan
oleh Yana) si anak terus mengucurkan keringat untuk mengisi perut. “Ngerti sak
durunge winaroh” atau bisa mengerti kejadian sebelum kejadian itu tiba. salah
satu kelebihan si anak. Kalau begitu berapa nomor yang keluar malam ini?,
celetus emak terhadap si anak.
Laki-laki
hidung belang (diperankah oleh Cak Adi) yang selalu memanfaatkan jasa sriwit
untuk memuaska hasratnya, malam ini masih sama dengan malam-malam sebelumnya,
menggoda sriwit, mengajaknya keluar, dengan dalih memberi hadiah lebih
kepadanya, sedangkan anak dan istrinya dibiarkan terlantar tanpa ada tanggung
jawab darinya.
Istri (diperankan oleh Mala) sudah tidak tahan dengan keadaan yang
menimpa dirinya dan ke empat anaknya. Dengan keperluan yang semakin meningkat, peran
suami yang seharusnya memenuhi kebutuhan anak istri, justru tanpa ada arti, enak
sendiri mencari kepuasan diri, bermain keji dengan sriwit sang lonte sejati.
Sebilah sabit
yang ada digenggamnya menggegerkan orang-orang di sekitar alun-alun. Suara
lantang mencari suami tak mudah untuk di tenangkan. Hingga saat dia sudah putus
asa dan pergi dari alun-alun, suamipun datang menemui subiah untuk menanyakan
sriwit, yang ternyata terpisah darinya saat diajak kencan karena ada razia.
Mendengar suara suami, istripun sangat marah, hingga sebilah sabit pun di
acungkan untuk menebas leher suami, suami pun
ketakutan, lari terbirit-birit......
Di akhir
adegan, sosok pemimpin (diperankan oleh Adib), memimpan rombongannya untuk
menetralisir area alun-alun dari para pedangang kaki lima dan pemulung serta
gelandangan. Subiah, emak dan si anakpun terusir, barang-barang mereka tak
tersisa oleh pemimpin dan kaki tangannya yang mengataskan namakan “demi
kepentingan umum”. Akan tetapi, demi kepentingan umum ternyata hanya menjadi
alasan untuk semakin menindas kaum-kaum terpinggirkan dan mempersejahterakan
kelompoknya. PARTAI.
Proses
pementasan naskah Kota Tak Henti Bernyanyi karya Ramatyan Sarjono ini berjalan
selama kurang lebih enam bulan, tidak tanpa halangan. Dari segi cuaca,
kesibukan masing-masing individu, juga faktor kesehatan kerap kali membuat proses
berjalan tidak sesuai dengan yang diharapkan. Tetapi dengan semangat dari
teman-teman, malam ini bisa mementaskan dengan baik.
Terlepas dari
interprestasi naskah, baik sutradara maupun aktor dan tim, keaktoran yang perlu
di poles lagi, ilustrasi yang bisa lebih disempurnakan, pementasan yang
berjalan kurang lebih 45 menit itu cukup membuat penonton masuk ke dalam
cerita, apalagi dengan tata panggung dan pencahayaan yang secara detail di
tampilkan.
Tatang sebagai penata musik, yuhan sebagai penata lampu, hilmi dan
saiful sebagai penata panggung, Maff, Oki, Nia, dan Amel sebagai tim Kostum dan
make-up, dan para pemain pembantu pun merasa masih banyak lagi pengalaman yang
perlu dirasakan.
Proses kreatif
akan selalu memunculkan ide-ide yang bermanfaat, selamat atas proses
pementasan, keseriusan dan kerja keras dibarengi dengan pengetahuan serta
kreatifitas akan memunculkan karya yang bermanfaat. Proses kreatif apalagi yang
akan dimunculkan Teater Zenith?
0 comments:
Post a Comment