Soe Hok Gie adalah salah seorang aktivis Indonesia keturunan tionghoa yang turut andil dalam penurunan kekuasaan Orde Lama. Lahir di Jakarta, 17 Desember 1942, Gie merupakan anak ke empat dari lima bersaudara keluarga Soe Lie Piet. Ayah Gie, Soe Lie Pit adalah seorang novelis. Gie kecil sering mengunjungi perpustakaan umum dan taman bacaan di pinggir-pinggir jalan di Jakarta bersama kakaknya, Soe Hok Djin. Lahir dari keluarga penulis membuat Gie begitu dekat dengan sastra. Seorang peneliti menyebutkan bahwa sejak masih sekolah dasar (SD), Gie bahkan sudah membaca karya-karya sastra yang serius, seperti karya Pramoedya Ananta Toer.
Gie menamatkan pendidikan SMA di Kolese Kanisius jurusan sastra. Selama mengenyam pendidikan di Kanisius inilah minat Gie pada dunia sastra semakin mendalam, serta ia juga mulai tertarik pada ilmu sejarah. Dari sini, kesadaran berpolitiknya pun mulai bangkit, membuat catatan perjalanan dan tulisan-tulisan Gie menjadi tajam dan penuh kritik. Setelah menamatkan pendidikan di Kanisius, Gie melanjutkan pendidikannya di Universitas Indonesia (UI). Gie memilih masuk ke fakultas sastra dan mengambil jurusan Sejarah. Pada saat menjadi mahasiswa ini, Gie menjadi aktivis kemahasiswaan. Gie juga menjadi salah satu pendiri Mapala UI, himpunan mahasiswa pencinta alam Universitas Indonesia, yang salah satu kegiatan pentingnya adalah naik gunung.
Gie juga dikenal sebagai penulis yang produktif. Tulisan-tulisannya banyak dimuat di beberapa media massa, seperti Kompas, Harian Kami, Sinar Harapan, Mahasiswa Indonesia, dan Indonesia Raya. Sebagai aktivis kemahasiswaan, Gie juga sempat terlibat sebagai staf redaksi Mahasiswa Indonesia, sebuah koran mingguan yang diterbitkan oleh mahasiswa angkatan 66 di Bandung untuk mengkritik pemerintahan Orde Lama. Pada tahun 1983, Gie menerbitkan buku berjudul "Catatan Seorang Demonstran" yang merupakan buku harian Gie sendiri. Beberapa buku Gie yang lain juga diterbitkan, di antaranya "Zaman Peralihan" (1995) yang merupakan kumpulan artikel Gie selama rentang tiga tahun masa Orde Baru, "Orang-orang di Persimpangan Kiri Jalan (1997) dan "Di Bawah Lentera Merah" (1999) keduanya merupakan skripsi Gie yang kemudian dibukukan.
Pada tahun 1969, bersama Mapala UI Gie berencana menaklukkan Gunung Semeru. Pada tanggal 8 Desember 1969, Gie bersama rekan Mapala UI memulai pendakian Gunung Semeru. Sebelum berangkat, Gie sempat menuliskan catatannya: "Saya tak tahu apa yang terjadi dengan diri saya. Setelah saya mendengar kematian Kian Fong dari Arief hari Minggu yang lalu. Saya juga punya perasaan untuk selalu ingat pada kematian. Saya ingin mengobrol-ngobrol pamit sebelum ke semeru. Dengan Maria, Rina dan juga ingin membuat acara yang intim dengan Sunarti. Saya kira ini adalah pengaruh atas kematian Kian Fong yang begitu aneh dan begitu cepat". Pada tanggal 16 Desember 1969, sehari sebelum ulang tahunnya yang ke-27 Gie meninggal di Gunung Semeru bersama rekannya, Idhan Dhanvantari Lubis, akibat menghirup asap beracun di gunung tersebut.
Pada tahun 2005, sutradara muda Riri Riza menggarap film berjudul "Gie", yang diangkat dari buku "Catatan Seorang Demonstran" karya Gie sendiri. Dalam film ini, tokoh Gie diperankan oleh aktor Nicholas Saputra. Pada Festival Film Indonesia 2005, Gie memenangkan tiga penghargaan, masing-masing dalam kategori Film Terbaik, Aktor Terbaik (Nicholas Saputra), dan Penata Sinematografi Terbaik (Yudi Datau). Serta terpilih dalam nominasi beberapa kategori penghargaan FFI.
Sumber : http://profil.merdeka.com/indonesia/s/soe-hok-gie/
0 comments:
Post a Comment