Sunday, March 23, 2014

Pementasan Kota Tak Henti Bernyanyi oleh Teater Zenith.


Dengan latar peristiwa di tengah kota atau yang sering di sebut alun-alun, beberapa dimensi kehidupan dari klan masyarakat kota. Bersatu. Bersama dalam mengais riski atau hanya sekedar menghabiskan waktu, ada juga yang memanfaatkan sebagai ajang pertemuan muda-mudi, karena malam ini malam minggu.
Subiah (diperankan oleh Ulfa) mulai mengipas-mengipas jagung bakarnya untuk para pelanggan setianya, ditemani sriwit (diperankan oleh Anik) yang juga menunggu para pelanggannya (laki-laki hidung bidang). Dialog yang terucap dari kedua aktor itu terasa mengharukan. Disaat ada yang ingin memperbaiki harkat dan martabat perempuan supaya tidak direndahkan, ekonomi ternyata memaksakan untuk meninggalkan jauh kata-kata harkat dan martabat, yang penting tambil cantik, banyak pelanggan, tegas sriwit.
Kenang, yang diperankan oleh Royhan, sebagai mahasiswa yang kritis, meskipun tingkahnya agak aneh, sedikit menggambarkan berbagai perisrtiwa di tempat itu. Saat jam menunjukan pukul 20.14, mulailah dia bergegas membacakan kritik sosialnya di tengan alun-alun. Orang-orang pu tercengang, melihat tingkah aneh kenang. Gelar….gelar….gelar…..Tidak dengan getar. Tidak dengan gentar. Trotoar ini milikmu. Alun-alun ini milikmu. Sepintas kata yang terucap. Yang sangat jelas menerangkan bahwa dengan himpitan ekonomi yang semakin mencekik, tikarpun harus digelar. Tinggal pilih mau jadi subiah si penjual jangung bakar atau sriwit budak nafsu lelaki biadab, atau membuka tikar-tikar yang lain....
Si anak (diperankan oleh Rifky), dengan karakter rakyat miskin kota, pencari harta dari sisa-sisa botol air minum dan isi  tong sampah, sangat tabah dalam menjalani kehidupannya. Bersama emak (diperankan oleh Yana) si anak terus mengucurkan keringat untuk mengisi perut. “Ngerti sak durunge winaroh” atau bisa mengerti kejadian sebelum kejadian itu tiba. salah satu kelebihan si anak. Kalau begitu berapa nomor yang keluar malam ini?, celetus emak terhadap si anak.
Laki-laki hidung belang (diperankah oleh Cak Adi) yang selalu memanfaatkan jasa sriwit untuk memuaska hasratnya, malam ini masih sama dengan malam-malam sebelumnya, menggoda sriwit, mengajaknya keluar, dengan dalih memberi hadiah lebih kepadanya, sedangkan anak dan istrinya dibiarkan terlantar tanpa ada tanggung jawab darinya.
Istri (diperankan oleh Mala) sudah tidak tahan dengan keadaan yang menimpa dirinya dan ke empat anaknya. Dengan keperluan yang semakin meningkat, peran suami yang seharusnya memenuhi kebutuhan anak istri, justru tanpa ada arti, enak sendiri mencari kepuasan diri, bermain keji dengan sriwit sang lonte sejati.
Sebilah sabit yang ada digenggamnya menggegerkan orang-orang di sekitar alun-alun. Suara lantang mencari suami tak mudah untuk di tenangkan. Hingga saat dia sudah putus asa dan pergi dari alun-alun, suamipun datang menemui subiah untuk menanyakan sriwit, yang ternyata terpisah darinya saat diajak kencan karena ada razia. Mendengar suara suami, istripun sangat marah, hingga sebilah sabit pun di acungkan untuk menebas leher suami, suami pun  ketakutan, lari terbirit-birit......
Di akhir adegan, sosok pemimpin (diperankan oleh Adib), memimpan rombongannya untuk menetralisir area alun-alun dari para pedangang kaki lima dan pemulung serta gelandangan. Subiah, emak dan si anakpun terusir, barang-barang mereka tak tersisa oleh pemimpin dan kaki tangannya yang mengataskan namakan “demi kepentingan umum”. Akan tetapi, demi kepentingan umum ternyata hanya menjadi alasan untuk semakin menindas kaum-kaum terpinggirkan dan mempersejahterakan kelompoknya. PARTAI.
Proses pementasan naskah Kota Tak Henti Bernyanyi karya Ramatyan Sarjono ini berjalan selama kurang lebih enam bulan, tidak tanpa halangan. Dari segi cuaca, kesibukan masing-masing individu, juga faktor kesehatan kerap kali membuat proses berjalan tidak sesuai dengan yang diharapkan. Tetapi dengan semangat dari teman-teman, malam ini bisa mementaskan dengan baik.
Terlepas dari interprestasi naskah, baik sutradara maupun aktor dan tim, keaktoran yang perlu di poles lagi, ilustrasi yang bisa lebih disempurnakan, pementasan yang berjalan kurang lebih 45 menit itu cukup membuat penonton masuk ke dalam cerita, apalagi dengan tata panggung dan pencahayaan yang secara detail di tampilkan.
Tatang sebagai penata musik, yuhan sebagai penata lampu, hilmi dan saiful sebagai penata panggung, Maff, Oki, Nia, dan Amel sebagai tim Kostum dan make-up, dan para pemain pembantu pun merasa masih banyak lagi pengalaman yang perlu dirasakan.
Proses kreatif akan selalu memunculkan ide-ide yang bermanfaat, selamat atas proses pementasan, keseriusan dan kerja keras dibarengi dengan pengetahuan serta kreatifitas akan memunculkan karya yang bermanfaat. Proses kreatif apalagi yang akan dimunculkan Teater Zenith?

              

0 comments:

Post a Comment